Kamis, 18 Desember 2008

KB Cara Islam


KB Cara Islam

Dalam tataran realitas, kita tidak bisa mengelak bahwa saat ini (2007) jumlah total penduduk Indonesia sekitar 222 juta jiwa. Sehingga, jumlah rata-ratanya cenderung stabil, yakni 1,3 juta per tahun. Dengan kata lain, pertambahan penduduk pertahunnya sekitar 2,8 juta jiwa. Jumlah yang tidak sedikit.

Angka kemiskinan yang tinggi, pengangguran yang semakin berjibun dan layanan kesehatan yang semakin mahal dan tak terjangkau merupakan fenomena yang memprihatinkan. Ditambah lagi akses dan sistem pendidikan yang jauh dari standar ideal yang diperparah dengan mahalnya biaya pendidikan, seakan memperburuk realitas laju kepadatan penduduk Indonesia yang begitu fantastis.

Pertanyaannya, benarkah seluruh fenomena dan realitas ini merupakan hasil diterapkannya sistem Islam? Jika bukan karena sistem Islam, mengapa pertanyaan seringkali diarahkan kepada Islam, dan mengapa harus Islam yang memberikan jalan keluar?
Keluarga berencana, sebuah solusi?
Kemajuan teknologi mendorong diciptakannya berbagai cara dan alat untuk mencegah kehamilan (kontrasepsi) mulai dari kondom, IUD, spiral, injeksi dan sebagainya. Hal ini didorong oleh motivasi yang beragam, salah satunya adalah hajat untuk mengatur jumlah dan jarak kehamilan bagi yang terjerat himpitan ekonomi.

Padahal, tak sedikit pula yang menyadari bahwa anak adalah tanggung jawab besar yang memerlukan kepedulian yang tinggi, sehingga mereka hanya menggunakan fasilitas kontrasepsi ini untuk menghindari sakit yang diderita sang ibu ketika hamil dan melahirkan.

Perbincangan mengenai sistem perencanaan keluarga untuk mengurangi laju kepadatan penduduk akhirnya akan berhadapan pada dua sikap; setuju atau menolak. Meskipun, secara mendasar, hal tersebut menjadi kebutuhan bagi sebagian orang. Namun, kebutuhan ini terkadang ter-subkoordinasi-kan dalam bentuk yang sangat ekstrim, yakni membatasi jumlah keturunan yang dikemas dalam pola represif dan intimidatif.

Oleh sebab itu, di Indonesia, kontrasepsi atau yang lebih akrab dikenal sebagai Program Keluarga Berencana (KB) yang sempat mendapatkan stigma negatif dan penentangan yang tak sedikit dari masyarakat, khususnya umat Islam di era Orde Baru.

Padahal, Islam bukanlah agama yang menolak perencanaan kelahiran anak secara total, begitu banyak wilayah-wilayah syar'iah yang justru membolehkan dan menyarankan hal tersebut. Bahkan, hal semacam ini sempat menjadi tradisi di kalangan generasi terbaik umat Islam (salafush shalih).

Ini bisa dilihat dalam kitab-kitab karangan para ulama terdahulu semisal Al-Hayawan karya Al-Jahizh, Al-Qanun fie Ath-Thibb karya Ibnu Sina, Iltiqathul Manafi' karya Ibnul Qayyim Al Jauziyah, seorang ahli hukum dan sejarah madzhab Hambali.

Kenyataan ini bertolak belakang dengan umat-umat yang lain, taruhlah misal, umat Yahudi, yang melarang keras dan melaknat orang yang mencabut kemaluannya dan menumpahkan mani di luar vagina istrinya (coitus interuptus). Pernyataan ini bisa Anda lihat dalam Sefer Takwin/Kitab Kejadian 8:10 dalam kisah tentang lautan.

Hal ini tak jauh berbeda dengan doktrin Katholik yang menyatakan bahwa pelaku coitus interuptus sebagai penganut ajaran setan yang berhak dilaknat dan dihukum mati.

Ketetapan hukum Islam, yang bisa dikatakan berbeda, dengan produk-produk hukum agama 'langit' lainnya ini tetap tidak keluar dari karakteristik dasar Islam yang bersifat nature, fitri dan kodrati. Betapa tidak, bukankah seorang ibu sebaiknya menyempurnakan susuan anaknya selama 2 tahun, demikian pula dengan sang anak yang berhak mendapat susuan sempurna selama 2 tahun. Demikian pula, bukankah jeda waktu hamil begitu dibutuhkan oleh seorang wanita pengidap penyakit rahim, atau yang memiliki kelemahan dalam struktur rahimnya.
Mendudukkan KB dengan tepat.
Permasalahannya, berbagai kelebihan yang terdapat dalam alat-alat kontrasepsi seringkali disalahfungsikan. Pada satu sisi, alat-alat tersebut digunakan-bukan sekadar- mengendalikan kelahiran tetapi juga untuk menghentikan kelahiran. Pada sisi lain, begitu banyak fenomena yang menunjukkan pasangan-pasangan muda yang mencari kepuasan seksual di luar nikah dengan menggunakan alat-alat tersebut.

Pada saat yang sama, fakta-fakta di lapangan menunjukkan banyaknya para pengguna alat kontrasepsi yang mengalami efek samping yang tak jarang cukup mengerikan. Seperti deretan kasus-kasus ke-salahpemasang-an alat-alat kontrasepsi yang mengakibatkan cacat pada rahim, luka, hingga kanker rahim. Seringkali, pihak wanitalah yang menjadi korban dari keadaan tersebut.

Melalui buku berjudul KB cara Islam ini, penulis mencoba mengajak para pembacanya untuk memilih satu sikap yang adil dalam mendudukkan fenomena keluarga berencana ini. Mulai dari halaman-halaman pertama hingga halaman 86 pembaca akan berhadapan dengan uraian yang sangat lengkap berkaitan dengan 'azl.

Meski pembahasannya nampak terfokus pada satu tema, yakni 'azl. Hal tersebut tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa 'azl adalah hukum yang mendasari dibolehkannya praktik kontrasepsi.

Mulai halaman 87, pembaca akan diajak mengupas praktik kontrasepsi dalam tinjauan syariat, medis dan hukum. Proses penelaahan ini, dimulai dari praktik kontrasepsi yang telah berjalan sejak era sebelum datangnya Islam, hingga berbagai bentuk alat-alat dan praktik kontrasepsi yang sering ditemui hari ini.

Akhirnya, perjalanan Anda pun berakhir pada penutup buku ini yang memberikan serangkaian kesimpulan yang dapat dijadikan acuan, dalam mengambil kebijakan untuk memilih dan menjalankan praktik kontrasepsi tertentu.

Satu hal yang menarik, adalah kesimpulan bahwa penggunaan alat-alat kontrasepsi modern tergantung pada standar maslahat. Jika terdapat unsur bahaya, walau hanya dalam tahap prasangka, maka harus dihindari dan haram hukumnya. Jika tidak, maka diperbolehkan, tetapi tetap bersifat sementara, insidental dan tidak permanen.

Namun demikian, sisi kontroversial tema yang terdapat dalam buku ini justru menjadi salah satu titik lemahnya. Meski diperkuat oleh pengantar dari kalangan praktisi dan akademisi kesehatan dan kebidanan, buku ini menyisakan sejumlah pertanyaan baru dan kasus-kasus seputar kesehatan ibu dan anak, seperti imunisasi, bayi tabung, kloning, kesehatan kehamilan dan sebagainya.

Selain itu, penulis yang sebenarnya mengajak pembaca untuk lebih menikmati dalil-dalil syar'i berkenaan dengan 'azl (coitus interuptus) sebagai sebab yang mendasari hukum pembolehan kontrasepsi, justru terjebak pada pembahasan yang bertele-tele.

Hal ini membuat pembaca-yang umumnya adalah masyarakat awam- beranggapan bahwa, buku ini hanya membahas tentang 'azl belaka, bukan permasalahan tentang kontrasepsi dan alat-alat yang digunakan di dalamnya.

Pun demikian, buku ini tetap mengajak kita untuk memahami bahwa Islam begitu menyeluruh dan membahas seluruh sisi kehidupan manusia, tanpa kecuali. Seakan, pembahasan buku ini menegaskan bahwa kita tidak lagi bisa menolak syariat Islam, apapun alasannya. (mas manshur)

0 komentar: